I.
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk hidup yang sempurna, itulah ungkapan
yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Manusia sebagai ciptaan
Tuhan yang paling sempurna memang memiliki banyak kelebihan dibanding makhluk
lainnya. Sebagai ciptaan-Nya yang sempurna, manusia dibekali akal dan pikiran
untuk bisa dikembangkan, berbeda dengan hewan yang juga memiliki akal dan
pengetahuan tapi hanya sebatas untuk mempertahankan dirinya.
Suhartono ( 2005: 1) menyatakan bahwa manusia mempunyai
kemampuan menalar, artinya berpikir secara logis dan analitis. Kelebihan
manusia dalam kemampuannya menalar dan karena mempunyai bahasa untuk mengomunikasikan
hasil pemikirannya yang abstrak, maka manusia bukan saja mempunyai pengetahuan,
melainkan juga mampu mengembangkannya.
Akal dan pikiran
merupakan perlengkapan paling sempurna yang disematkan Tuhan kepada manusia.
Dengan akal dan pikiran, manusia dapat mengubah dan mengembangkan taraf
kehidupannya dari tradisional, berkembang, dan hingga modern. Sifat tidak puas
yang secara alamiah ada dalam diri manusia mendorong manusia untuk selalu ingin
mengubah keadaan. Ketidakpuasan tersebut menimbulkan perubahan-perubahan
sehingga tercipta peradaban dunia yang maju. Kemajuan yang dihasilkan oleh akal
dan pikiran manusia membawa dampak positif dan negatif.
Untuk meminimalisir
atau mengatasi masalah-masalah yang timbul dari dampak negatif, manusia tetap
memerlukan akal untuk berpikir secara benar dan logis. Berpikir secara logis
ialah berpikir tepat dan benar yang memerlukan kerja otak dan akal sesuai
dengan ilmu-ilmu logika. Setiap apa yang akan diperbuat hendaknya disesuaikan
dengan keadaan yang ada pada dirinya masing-masing. Jika hal tersebut sesuai
dengan kenyataan dan apabila dikerjakan mendapat keuntungan, maka segera
dilaksanakan. Berpikir secara logis juga berarti bahwa selain memikirkan diri
kita sendiri juga harus memperhatikan lingkungan, serta berpikir tentang akibat
yang tidak terbawa emosi.
Dewasa ini, kemampuan
berpikir logis dan kreatif sangat diperlukan khususnya dalam upaya
mengembangkan ilmu pengetahuan yang humanis. Berbagai macam pengetahuan
berhasil dikembangkan manusia dengan beragam metode berpikir. Hal paling
sederhana yang dapat kita amati adalah sekelompok anak sekolah dasar yang sedang
melakukan riset IPA. Tanpa disadari, mereka menggunakan proses-proses berpikir
tertentu yang berbeda dengan riset-riset pada jenis ilmu pengetahuan lainnya.
Beberapa ahli menyebut cara berpikir dengan istilah top-down dan bottom-up.
top-down
dan bottom-up merupakan
inti dari penalaran logika empiris. Kegiatan Penalaran merupakan suatu proses berpikir
dalam menarik sebuah simpulan yang berupa pengetahuan, karena manusia pada hakikatnya
merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak, maka tidak
heran bahwa manusia mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dengan makhluk hidup
lainnya.
Sebagai satu kegiatan berpikir maka
penalaran itu memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri yang pertama adalah adanya pola
berpikir secara luas yang dapat disebut logika. Di sini dapat dikatakan bahwa
dalam setiap bentuk penalaran mempunyai logikanya tersendiri atau dapat
disimpulkan juga bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir
logis.
Dalam lingkup ini, berpikir logis harus
diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola atau kaidah tertentu
atau menurut logika tertentu. Berpikir logis pada dasarnya mempunyai banyak
konotasi yang bersifat jamak dan tidak tunggal. Artinya, suatu kegiatan
berpikir bisa disebut logis jika ditinjau dari suatu logika tertentu dan
mungkin tidak logis bila ditinjau dari sudut pandang logika yang lain. Hal inilah
yang menimbulkan gejala yang disebut kekacauan penalaran yang disebabkan oleh
ketidakkonsistenan kita dalam menggunakan pola berpikir tertentu.
Kedua, bersifat analitik dari proses
berpikirnya, artinya penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang
menyandarkan diri pada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipakai
sebagai pijakan analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan.
Lebih jelasnya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang
menggunakan logika ilmiah. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan
berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Berpikir atau kegiatan berpikir tidak
semuanya didasarkan diri kepada penalaran. Berdasarkan kriteria penalaran bisa
dikatakan bahwa tidak semua kegiatan berpikir bersifat logis dan analisis. Oleh
karena itu, kita dapat membedakan secara jelas mana yang berpikir menurut
penalaran dan mana yang berpikir tanpa menggunakan penalaran. Berpikir menurut
penalaran yaitu berpikir yang menggunakan dasar logika dan analisis sedangkan
berpikir tanpa menggunakan penalaran seperti penggunaan perasaan untuk menarik
sebuah simpulan, kemudian penggunakan intuisi sebagai pijakan berpikir ilmiah.
Intuisi adalah merupakan kegiatan berpikir yang non-analitik yang tidak
mendasarkan diri pada suatu pola berpikir tertentu.
Berdasarkan uraian latar belakang
tersebut di atas, dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai (1) pengertian berpikir
ilmiah, (2) sarana
berpikir ilmiah, dan (3) logika dalam berpikir ilmiah.
II.
Pembahasan
2.1
Pengertian Berpikir Ilmiah
Berpikir merupakan
suatu aktivitas pribadi yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu
tujuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan
pendapat, dan simpulan atau keputusan dari sesuatu yang dikehendaki. Menurut Suriasumantri
(1997: 1) manusia tergolong ke dalam homo
sapiens, yaitu makhluk yang berpikir. Hampir tidak ada masalah yang
menyangkut dengan aspek kehidupannya yang terlepas dari jangkauan pikiran.
Berpikir merupakan ciri
utama bagi manusia untuk membedakan dengan makluk lain. Maka dengan dasar
berpikir, manusia dapat mengubah keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya.
Berpikir merupakan proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena
manusia berakal. Ciri utama dari berpikir adalah adanya abstraksi. Dalam arti
yang luas, berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi, sedangkan dalam
arti yang sempit berpikir adalah mencari hubungan atau pertalian antara
abstraksi-abstraksi (Puswanti, 1992: 44).
Berpikir secara ilmiah adalah upaya
untuk menemukan kenyataan dan ide yang belum diketahui sebelumnya. Ilmu
merupakan proses kegiatan mencari pengetahuan melalui pengamatan berdasarkan
teori dan/atau generalisasi. Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya dan
selanjutnya hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan
mengendalikan gejala alam. Adapun pengetahuan adalah keseluruhan hal yang
diketahui, yang membentuk persepsi tentang kebenaran atau fakta. Ilmu adalah
bagian dari pengetahuan, sebaliknya setiap pengetahuan belum tentu ilmu.
Untuk itu, terdapat syarat-syarat yang
membedakan ilmu (science)
dengan pengetahuan (knowledge), yaitu
ilmu harus ada obyeknya, terminologinya, metodologinya, filosofinya, dan
teorinya yang khas. Di samping itu, ilmu juga harus memiliki objek, metode,
sistematika, dan mesti bersifat universal.
Dalam menghadapi bermacam masalah
kehidupan di dunia ini, manusia akan menampilkan berbagai alat untuk mengatasi
masalahnya. Alat dalam hal ini adalah pikiran atau akal yang berfungsi di dalam
pembahasaannya secara filosofis tentang masalah yang dihadapi. Pikiran atau
akal yang digunakan mengatasi masalah ini senantiasa bersifat ilmiah. Jadi,
pikiran itu harus mempunyai kerangka berpikir ilmiah karena tidak semua
berpikir itu bisa diartikan berpikir secara ilmiah. Dalam hal ini, berpikir
ilmiah itu mengandung khasiat-khasiat tertentu, yaitu mengabsahir pokok
persoalan, bertanya terus sampai batas terakhir yang beralasan dan berelasi
(sistem).
2.2 Sarana Berpikir Ilmiah.
Sarana ilmiah pada
dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah
yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang
tertentu pula. Oleh sebab itulah, kita mempelajari sarana-sarana berpikir
ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan
tersebut. Dengan jalan ini, kita akan sampai pada hakikat sarana yang
sebenarnya, sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu
tujuan tertentu.
Dengan kata lain,
sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah
secara menyeluruh. Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini
merupakan bidang studi tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan 2
hal, yaitu sebagai berikut.
1. Sarana
ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah
itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah.
Seperti diketahui, salah satu di antara ciri-ciri ilmu umpamanya adalah
penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir
ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya. Secara
lebih jelas dapat dikatakan bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam
mendapatkan pengetahuaannya yang berbeda dengan sarana berpikir ilmiah.
2. Tujuan
mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk
menelaah ilmu secara baik. Tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk
mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah
kita sehari-hari.
Dalam hal ini, maka
sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk
mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah. Jelaslah bahwa
mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode
ilmiah dalam mendapatkan pengetahuaannya, sebab fungsi sarana berpikir ilmiah
adalah membantu proses metode ilmiah dan bahkan merupakan ilmu tersendiri. Untuk
dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana
yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika.
Bahasa merupakan alat
komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dan untuk
menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dilihat dari pola
berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan induktif.
Untuk itu, penalaran ilmiah menyandarkan diri pada proses logika deduktif dan
induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini,
sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.
Proses pengujian dalam
kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada
hakikatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau menerima hipotesis
yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh
penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah
penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana
berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah.
2.2.1
Fungsi Sarana Berpikir Ilmiah
Sarana ilmiah mempunyai
fungsi yang khas, sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan dalam kaitan
kegiatan ilmiah secara keseluruhan.
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya pada dasarnya ada tiga, yaitu sebagai berikut.
1. Bahasa ilmiah
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya pada dasarnya ada tiga, yaitu sebagai berikut.
1. Bahasa ilmiah
Bahasa berfungsi
sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses
berpikir ilmiah. Yang dimaksud bahasa di sini ialah bahasa ilmiah yang
merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi
yang berupa pengetahuan dengan syarat-syarat (1) bebas dari unsur emotif, (2)
reproduktif, (3) obyektif, dan (4) eksplisit.
Bahasa pada hakikatnya
mempunyai dua fungsi utama yakni, pertama, sebagai sarana komunikasi antar
manusia, dan kedua, sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia
yang mempergunakan bahasa tersebut.
Bahasa adalah unsur yang berpadu dengan unsur-unsur lain di dalam jaringan kebudayaan. Pada waktu yang sama bahasa merupakan sarana pengungkapan nilai-nilai budaya, pikiran, dan nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan. Oleh karena itu, kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebahasaan harus merupakan bagian yang integral dari kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebudayaan.
Bahasa adalah unsur yang berpadu dengan unsur-unsur lain di dalam jaringan kebudayaan. Pada waktu yang sama bahasa merupakan sarana pengungkapan nilai-nilai budaya, pikiran, dan nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan. Oleh karena itu, kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebahasaan harus merupakan bagian yang integral dari kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebudayaan.
Perkembangan kebudayaan
Indonesia ke arah peradaban modern sejalan dengan kemajuan dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya perkembangan cara berpikir yang
ditandai oleh kecermatan, ketepatan, dan kesanggupan menyatakan isi pikiran
secara eksplisit. Ciri-ciri cara berpikir dan mengungkapkan isi pikiran ini
harus dipenuhi oleh bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi dan sebagai
sarana berpikir ilmiah dalam hubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta modernisasi masyarakat Indonesia.
Selain itu, mutu dan
kemampuan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi keagamaan perlu pula
ditingkatkan. Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan sedemikian' rupa
sehingga ia memiliki kesanggupan menyatakan dengan tegas, jelas, dan eksplisit
konsep-konsep yang rumit dan abstrak serta hubungan antara konsep-konsep itu
satu sama lain. Untuk mencapai tujuan ini harus dijaga agar senantiasa terdapat
keseimbangan antara kesanggupan bahasa Indonesia berfungsi sebagai sarana
komunikasi ilmiah dan identitasnya sebagai bahasa nasional Indonesia.
2. Matematika dan logika
Matematika dan logika mempunyai
peranan penting dalam berpikir deduktif sehingga mudah diikuti dan dilacak
kembali kebenarannya.
Matematika adalah pengetahuan sebagai sarana berpikir deduktif sifat (1) jelas, spesifik, dan informatif, (2) tidak menimbulkan konotasi emosional, dan (3) kuantitatif. Di samping itu, matematika merupakan alat yang memungkinkan ditemukannya serta dikomunikasikannya kebenaran ilmiah lewat berbagai disiplin keilmuan. Matematika dan logika sebagai sarana berpikir deduktif mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Logika lebih sederhana penalarannya, sedang matematika sudah jauh lebih terperinci.
Matematika adalah pengetahuan sebagai sarana berpikir deduktif sifat (1) jelas, spesifik, dan informatif, (2) tidak menimbulkan konotasi emosional, dan (3) kuantitatif. Di samping itu, matematika merupakan alat yang memungkinkan ditemukannya serta dikomunikasikannya kebenaran ilmiah lewat berbagai disiplin keilmuan. Matematika dan logika sebagai sarana berpikir deduktif mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Logika lebih sederhana penalarannya, sedang matematika sudah jauh lebih terperinci.
3. Statistika
Mempunyai peranan
penting dalam berpikir induktif untuk mencari konsep-konsep yang berlaku umum. Statistika
ialah pengetahuan sebagai sarana berpikir induktif yang bersifat (1) dapat
digunakan untuk menguji tingkat ketelitian, dan (2) untuk menentukan hubungan
kausalitas antar faktor terkait
Statistika merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara mendapatkan data, menganalisis dan menyajikan data serta mendapatkan suatu simpulan yang sah secara ilmiah.
Statistika merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara mendapatkan data, menganalisis dan menyajikan data serta mendapatkan suatu simpulan yang sah secara ilmiah.
Statistika digolongkan
di luar ilmu tetapi merupakan salah satu unsur dari empat sarana pengembangan
ilmu, yaitu bahasa, logika, matematika, serta statistika sendiri. Statistika
merupakan sarana berpikir yang didasari oleh logika berpikir induktif. Dalam
perkembangannya, statistika mulai berkembang pesat sejak tahun 1900-an ditandai
dengan ditemukannya dasar teori statistika secara matematis oleh R.A. Fisher. Statistika
sangat berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam penelitian.
Dari penelitianlah
ditemukan teori-teori baru. Sasaran utama dari mempelajari statistika adalah
menggugah untuk memikirkan secara jelas prosedur pengumpulan data dan membuat
interpretasi dari data tersebut menggunakan teknik statistika yang banyak
digunakan dalam penelitian. Sejalan dengan pentingnya statistika dalam
penelitian, ke depan, persaingan dunia modern ditentukan oleh Hak Patent dan
Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Tak luput dalam persaingan itu, Universitas
Jember pun mempersiapkan diri menuju/menjadi Research University. Riset telah
menjadi (satu-satunya) kekuatan utama sebuah perguruan tinggi. Ketajaman riset
harus didukung oleh cara berpikir ilmiah metodologis, data yang berkualitas dan
ketajaman analisis kuantitatif-kualitatif, serta penarikan simpulan yang sah
(inferensia) yang hampir seluruhnya terangkum dalam statistika.
Pada zaman sekarang ini
patut dijadikan salah satu sarana berpikir ilmiah adalah alat telekomunikasi
seperti halnya komputer, karena didalam komputer semua dapat diakses, dan semua
dijawab dan semuanya ada, sesuai dengan apa yang kita inginkan. Jadi, jika
komputer dimasukan kedalam katregori ini maka wajar-wajar saja.
2.3 Logika
dalam Berpikir Ilmiah
Logika berasal dari kata Yunani kuno
(logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata
dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu
pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan
teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan
kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke
dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan
dengan masuk akal.
Nama ‘logika’ untuk pertama kali muncul
pada filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum masehi), tetapi masih dalam arti ‘seni
berdebat’. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi)
adalah orang yang pertama kali menggunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang
menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Logika sebagai cabang
filsafat adalah cabang filsafat tentang berpikir. Logika membicarakan tentang
aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil
kesimpulan yang benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat
menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Logika sama tuanya
dengan umur manusia, sebab sejak manusia itu ada, manusia sudah berpikir,
manusia berpikir sebenarnya logika itu telah ada. Hanya saja logika itu
dinamakan logika naturalis, sebab berdasarkan kodrat dan fitrah manusia saja.
Manusia walaupun belum
mempelajari hukum-hukum akal dan kaidah-kaidah ilmiah, namun praktis sudah
dapat berpikir dengan teratur. Akan tetapi, bila manusia memikirkan
persoalan-persoalan yang lebih sulit maka seringlah dia tersesat. Misalnya, ada
dua berita yang bertentangan mutlak, sedang kedua-duanya menganggap dirinya
benar. Dapatlah kedua-duanya dibenarkan semua? Untuk menolong manusia jangan
tersesat dirumuskan pengetahuan logika. Logika rumusan inilah yang digunakan
logika artificialis.
2.3.1 Macam-macam logika
1. Logika alamiah
adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum
dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang
subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.
2. Logika ilmiah
memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu
khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran.
Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih
tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan
untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.
2.3.2 Cara-cara Berpikir Logis
dalam Rangka Mendapatkan Pengetahuan Baru yang Benar
a.
Penalaran deduktif (rasionalisme)
Penalaran Deduktif adalah cara berfikir
yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan
yang bersifat khusus, dengan demikian kegiatan berfikir yang berlawanan dengan
induksi. Penarikan kesimpulan secara deduktif ini menggunakan pola berpikir
yang disebut silogisme. Silogisme
terdiri atas dua pernyataan dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan itu disebut
premis mayor dan premis minor. Sedangkan simpulan diperoleh dengan penalaran
deduktif dari kedua premis tersebut. Misalnya, (1) Semua kendaraan bermesin
menggunakan bahan bakar bensin. (2) Motor adalah kendaraan bermesin.
Jadi, dapat disimpulkan ”motor juga menggunakan bahan bakar bensin.
Simpulan yang diambil dalam penalaran
deduktif ini hanya benar, bila kedua premis yang digunakan benar dan cara
menarik simpulannya juga benar. Jika salah satu saja dari ketiga hal ini salah,
berarti simpulan yang diambil juga tidak benar.
Penalaran deduktif merupakan salah satu
cara berpikir logis dan analitis, berkat pengamatan yang semakain sestimatis
dan kritis, serta makin bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, lambat laun
manusia berusaha menjawab masalah dengan cara rasional dengan meninggalkan cara
irasional atau mitos. Pemecahan secara rasional berarti menggunakan rasio (daya
pikir) dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Paham yang mendasarkan
rasio untuk memperoleh kebenaran itu disebut paham rasionalisme. Dalam menyusun
pengetahuan kaum rasionalis sering menggunakan penalaran deduktif.
b.
Penalaran Induktif (empirisme)
Penganut empirme mengembangkan pengetahuan bedasarkan
pengalaman konkret. Mereka menganggap bahwa pengetahuan yang benar adalah
pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman nyata. Penganut ini
menyusun pengetauan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif adalah cara berpikir
untuk menarik simpulan yang bersifat umum dari pengamatan atas gejala-gejala
yang bersifat khusus. Penalaran ini diawali dari kenyataan-kenyataan yang
bersifat khusus dan terbatas lalu diakhiri dengan pernyataan yang
bersifat umum. Misalnya, dari pengamatan atas logam besi, tembaga, alumunium
dan sebagainya, jika dipanaskan akan mengembang (bertambah panjang). Dari sini
dapat disimpulkan secara umum bahwa semua logam jika dipanaskan akan bertambah
panjang.
c.
Analogi
Analogi adalah cara berpikir dengan
cara membuktikan dengan hal yang serupa dan sudah diketahui sebelumnya. Di sini
penyimpulan dilakukan secara tidak langsung, tetapi dicari suatu media atau
penghubung yang mempunyai persamaan dan keserupaan dengan apa yang akan
dibuktikan.
d.
Komparasi
Komparasi adalah cara
berpikir dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang mempunyai kesamaan apa
yang dipikirkan. Dasar pemikiran ini sama dengan analogi, yaitu tidak langsung,
tetapi penekanan pemikirannya ditujukan pada kesepadanan bukan pada
perbedaannya.
2.3.3 Kegunaan logika
- Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
- Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
- Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
- Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis
III.
Penutup
3.1
Simpulan
Berdasarkan
uraian-uraian mengenai logika dan berpikir ilmiah di atas dapat disimpulkan
bahwa dalam sebuah proses berpikir ilmiah atau menarik sebuah simpulan harus
dilandasi oleh logika. Disebut logika bilamana logika secara luas dapat
definisikan sebagai ”pengkajian untuk berpikir secara sahih”. Penarikan
simpulan dalam berpikir ilmiah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
logika deduktif dan logika induktif. Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah juga
sangat berperan penting dalam melakukan kegiatan berpikir ilmiah. Karena dengan
bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses
berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi
untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Tanpa bahasa maka
manusia tidak akan dapat berpikir secara rumit dan abstrak seperti apa yang
kita lakukan dalam kegiatan ilmiah.
Sarana berpikir ilmiah
pada dasarnya ada tiga, yaitu bahasa ilmiah, logika dan matematika, Logika dan
Statistika. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan
jalan fikiran seluruh proses berfikir ilmiah. Logika dan matematika mempunyai
peranan penting dalam berpikir deduktif sehingga mudah diikuti dan mudah
dilacak kembali kebenarannya. Sedangkan logika dan statistika mempunyai peranan
penting dalam berfikir induktif dan mencari konsep-konsep yang berlaku umum.
Namun dizaman sekarang komputer jaga bisa dimasukan sebagai sarana berfikir
ilmiah, karena dalam komputer semua ada, dan apa yang kita inginkan hmapir
seluruhnya dapat dijawab oleh komputer.
IV. Daftar Pustaka
http://www.logika-berpikir-ilmiah.com
http://www.bahasa-berpikir-ilmiah.com
Puswanti, M. Ngalim. 1992. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suhartono, Suparlan. 2005. Sejarah Pemikiran Filsafat Modern. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.
Suriasumantri, Jujun S. 1997. Ilmu dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.