Selasa, 08 Januari 2013

LOGIKA DALAM BERPIKIR ILMIAH



I.    Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk hidup yang sempurna, itulah ungkapan yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna memang memiliki banyak kelebihan dibanding makhluk lainnya. Sebagai ciptaan-Nya yang sempurna, manusia dibekali akal dan pikiran untuk bisa dikembangkan, berbeda dengan hewan yang juga memiliki akal dan pengetahuan tapi hanya sebatas untuk mempertahankan dirinya. 
Suhartono ( 2005: 1) menyatakan bahwa manusia mempunyai kemampuan menalar, artinya berpikir secara logis dan analitis. Kelebihan manusia dalam kemampuannya menalar dan karena mempunyai bahasa untuk mengomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak, maka manusia bukan saja mempunyai pengetahuan, melainkan juga mampu mengembangkannya.
Akal dan pikiran merupakan perlengkapan paling sempurna yang disematkan Tuhan kepada manusia. Dengan akal dan pikiran, manusia dapat mengubah dan mengembangkan taraf kehidupannya dari tradisional, berkembang, dan hingga modern. Sifat tidak puas yang secara alamiah ada dalam diri manusia mendorong manusia untuk selalu ingin mengubah keadaan. Ketidakpuasan tersebut menimbulkan perubahan-perubahan sehingga tercipta peradaban dunia yang maju. Kemajuan yang dihasilkan oleh akal dan pikiran manusia membawa dampak positif dan negatif.
Untuk meminimalisir atau mengatasi masalah-masalah yang timbul dari dampak negatif, manusia tetap memerlukan akal untuk berpikir secara benar dan logis. Berpikir secara logis ialah berpikir tepat dan benar yang memerlukan kerja otak dan akal sesuai dengan ilmu-ilmu logika. Setiap apa yang akan diperbuat hendaknya disesuaikan dengan keadaan yang ada pada dirinya masing-masing. Jika hal tersebut sesuai dengan kenyataan dan apabila dikerjakan mendapat keuntungan, maka segera dilaksanakan. Berpikir secara logis juga berarti bahwa selain memikirkan diri kita sendiri juga harus memperhatikan lingkungan, serta berpikir tentang akibat yang tidak terbawa emosi.
Dewasa ini, kemampuan berpikir logis dan kreatif sangat diperlukan khususnya dalam upaya mengembangkan ilmu pengetahuan yang humanis. Berbagai macam pengetahuan berhasil dikembangkan manusia dengan beragam metode berpikir. Hal paling sederhana yang dapat kita amati adalah sekelompok anak sekolah dasar yang sedang melakukan riset IPA. Tanpa disadari, mereka menggunakan proses-proses berpikir tertentu yang berbeda dengan riset-riset pada jenis ilmu pengetahuan lainnya. Beberapa ahli menyebut cara berpikir dengan istilah top-down dan bottom-up.
top-down dan bottom-up merupakan inti dari penalaran logika empiris. Kegiatan Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sebuah simpulan yang berupa pengetahuan, karena manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak, maka tidak heran bahwa manusia mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dengan makhluk hidup lainnya.
Sebagai satu kegiatan berpikir maka penalaran itu memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri yang pertama adalah adanya pola berpikir secara luas yang dapat disebut logika. Di sini dapat dikatakan bahwa dalam setiap bentuk penalaran mempunyai logikanya tersendiri atau dapat disimpulkan juga bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis.
Dalam lingkup ini, berpikir logis harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola atau kaidah tertentu atau menurut logika tertentu. Berpikir logis pada dasarnya mempunyai banyak konotasi yang bersifat jamak dan tidak tunggal. Artinya, suatu kegiatan berpikir bisa disebut logis jika ditinjau dari suatu logika tertentu dan mungkin tidak logis bila ditinjau dari sudut pandang logika yang lain. Hal inilah yang menimbulkan gejala yang disebut kekacauan penalaran yang disebabkan oleh ketidakkonsistenan kita dalam menggunakan pola berpikir tertentu.
Kedua, bersifat analitik dari proses berpikirnya, artinya penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri pada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipakai sebagai pijakan analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Lebih jelasnya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis yang menggunakan logika ilmiah. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Berpikir atau kegiatan berpikir tidak semuanya didasarkan diri kepada penalaran. Berdasarkan kriteria penalaran bisa dikatakan bahwa tidak semua kegiatan berpikir bersifat logis dan analisis. Oleh karena itu, kita dapat membedakan secara jelas mana yang berpikir menurut penalaran dan mana yang berpikir tanpa menggunakan penalaran. Berpikir menurut penalaran yaitu berpikir yang menggunakan dasar logika dan analisis sedangkan berpikir tanpa menggunakan penalaran seperti penggunaan perasaan untuk menarik sebuah simpulan, kemudian penggunakan intuisi sebagai pijakan berpikir ilmiah. Intuisi adalah merupakan kegiatan berpikir yang non-analitik yang tidak mendasarkan diri pada suatu pola berpikir tertentu.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai (1) pengertian berpikir ilmiah, (2) sarana berpikir ilmiah, dan (3) logika dalam berpikir ilmiah.

II.    Pembahasan

2.1 Pengertian Berpikir Ilmiah
Berpikir merupakan suatu aktivitas pribadi yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan simpulan atau keputusan dari sesuatu yang dikehendaki. Menurut Suriasumantri (1997: 1) manusia tergolong ke dalam homo sapiens, yaitu makhluk yang berpikir. Hampir tidak ada masalah yang menyangkut dengan aspek kehidupannya yang terlepas dari jangkauan pikiran.
Berpikir merupakan ciri utama bagi manusia untuk membedakan dengan makluk lain. Maka dengan dasar berpikir, manusia dapat mengubah keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya. Berpikir merupakan proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Ciri utama dari berpikir adalah adanya abstraksi. Dalam arti yang luas, berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi, sedangkan dalam arti yang sempit berpikir adalah mencari hubungan atau pertalian antara abstraksi-abstraksi (Puswanti, 1992: 44).
Berpikir secara ilmiah adalah upaya untuk menemukan kenyataan dan ide yang belum diketahui sebelumnya. Ilmu merupakan proses kegiatan mencari pengetahuan melalui pengamatan berdasarkan teori dan/atau generalisasi. Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya dan selanjutnya hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan mengendalikan gejala alam. Adapun pengetahuan adalah keseluruhan hal yang diketahui, yang membentuk persepsi tentang kebenaran atau fakta. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, sebaliknya setiap pengetahuan belum tentu ilmu.
Untuk itu, terdapat syarat-syarat yang membedakan ilmu (science)  dengan pengetahuan (knowledge), yaitu ilmu harus ada obyeknya, terminologinya, metodologinya, filosofinya, dan teorinya yang khas. Di samping itu, ilmu juga harus memiliki objek, metode, sistematika, dan mesti bersifat universal.
Dalam menghadapi bermacam masalah kehidupan di dunia ini, manusia akan menampilkan berbagai alat untuk mengatasi masalahnya. Alat dalam hal ini adalah pikiran atau akal yang berfungsi di dalam pembahasaannya secara filosofis tentang masalah yang dihadapi. Pikiran atau akal yang digunakan mengatasi masalah ini senantiasa bersifat ilmiah. Jadi, pikiran itu harus mempunyai kerangka berpikir ilmiah karena tidak semua berpikir itu bisa diartikan berpikir secara ilmiah. Dalam hal ini, berpikir ilmiah itu mengandung khasiat-khasiat tertentu, yaitu mengabsahir pokok persoalan, bertanya terus sampai batas terakhir yang beralasan dan berelasi (sistem).

2.2 Sarana Berpikir Ilmiah.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah, kita mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan tersebut. Dengan jalan ini, kita akan sampai pada hakikat sarana yang sebenarnya, sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
Dengan kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara menyeluruh. Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi tersendiri. Dalam hal ini kita harus memperhatikan 2 hal, yaitu sebagai berikut.
1. Sarana ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui, salah satu di antara ciri-ciri ilmu umpamanya adalah penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuaannya yang berbeda dengan sarana berpikir ilmiah.
2. Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk menelaah ilmu secara baik. Tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari.
Dalam hal ini, maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah. Jelaslah bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuaannya, sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dan bahkan merupakan ilmu tersendiri. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika.
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dan untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dilihat dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu, penalaran ilmiah menyandarkan diri pada proses logika deduktif dan induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini, sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.
Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakikatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau menerima hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah.

2.2.1 Fungsi Sarana Berpikir Ilmiah
Sarana ilmiah mempunyai fungsi yang khas, sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan dalam kaitan kegiatan ilmiah secara keseluruhan.
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan materi pengetahuannya pada dasarnya ada tiga, yaitu sebagai berikut.
1. Bahasa ilmiah
Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Yang dimaksud bahasa di sini ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan dengan syarat-syarat (1) bebas dari unsur emotif, (2) reproduktif, (3) obyektif, dan (4) eksplisit.
Bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama yakni, pertama, sebagai sarana komunikasi antar manusia, dan kedua, sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut.
Bahasa adalah unsur yang berpadu dengan unsur-unsur lain di dalam jaringan kebudayaan. Pada waktu yang sama bahasa merupakan sarana pengungkapan nilai-nilai budaya, pikiran, dan nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan. Oleh karena itu, kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebahasaan harus merupakan bagian yang integral dari kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebudayaan.
Perkembangan kebudayaan Indonesia ke arah peradaban modern sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya perkembangan cara berpikir yang ditandai oleh kecermatan, ketepatan, dan kesanggupan menyatakan isi pikiran secara eksplisit. Ciri-ciri cara berpikir dan mengungkapkan isi pikiran ini harus dipenuhi oleh bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi dan sebagai sarana berpikir ilmiah dalam hubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta modernisasi masyarakat Indonesia.
Selain itu, mutu dan kemampuan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi keagamaan perlu pula ditingkatkan. Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan sedemikian' rupa sehingga ia memiliki kesanggupan menyatakan dengan tegas, jelas, dan eksplisit konsep-konsep yang rumit dan abstrak serta hubungan antara konsep-konsep itu satu sama lain. Untuk mencapai tujuan ini harus dijaga agar senantiasa terdapat keseimbangan antara kesanggupan bahasa Indonesia berfungsi sebagai sarana komunikasi ilmiah dan identitasnya sebagai bahasa nasional Indonesia.
2. Matematika dan logika
Matematika dan logika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif sehingga mudah diikuti dan dilacak kembali kebenarannya.
Matematika adalah pengetahuan sebagai sarana berpikir deduktif sifat (1) jelas, spesifik, dan informatif, (2) tidak menimbulkan konotasi emosional, dan (3) kuantitatif. Di samping itu, matematika merupakan alat yang memungkinkan ditemukannya serta dikomunikasikannya kebenaran ilmiah lewat berbagai disiplin keilmuan. Matematika dan logika sebagai sarana berpikir deduktif mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Logika lebih sederhana penalarannya, sedang matematika sudah jauh lebih terperinci.
3. Statistika
Mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif untuk mencari konsep-konsep yang berlaku umum. Statistika ialah pengetahuan sebagai sarana berpikir induktif yang bersifat (1) dapat digunakan untuk menguji tingkat ketelitian, dan (2) untuk menentukan hubungan kausalitas antar faktor terkait
Statistika merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara mendapatkan data, menganalisis dan menyajikan data serta mendapatkan suatu simpulan yang sah secara ilmiah.
Statistika digolongkan di luar ilmu tetapi merupakan salah satu unsur dari empat sarana pengembangan ilmu, yaitu bahasa, logika, matematika, serta statistika sendiri. Statistika merupakan sarana berpikir yang didasari oleh logika berpikir induktif. Dalam perkembangannya, statistika mulai berkembang pesat sejak tahun 1900-an ditandai dengan ditemukannya dasar teori statistika secara matematis oleh R.A. Fisher. Statistika sangat berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam penelitian.
Dari penelitianlah ditemukan teori-teori baru. Sasaran utama dari mempelajari statistika adalah menggugah untuk memikirkan secara jelas prosedur pengumpulan data dan membuat interpretasi dari data tersebut menggunakan teknik statistika yang banyak digunakan dalam penelitian. Sejalan dengan pentingnya statistika dalam penelitian, ke depan, persaingan dunia modern ditentukan oleh Hak Patent dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Tak luput dalam persaingan itu, Universitas Jember pun mempersiapkan diri menuju/menjadi Research University. Riset telah menjadi (satu-satunya) kekuatan utama sebuah perguruan tinggi. Ketajaman riset harus didukung oleh cara berpikir ilmiah metodologis, data yang berkualitas dan ketajaman analisis kuantitatif-kualitatif, serta penarikan simpulan yang sah (inferensia) yang hampir seluruhnya terangkum dalam statistika.
Pada zaman sekarang ini patut dijadikan salah satu sarana berpikir ilmiah adalah alat telekomunikasi seperti halnya komputer, karena didalam komputer semua dapat diakses, dan semua dijawab dan semuanya ada, sesuai dengan apa yang kita inginkan. Jadi, jika komputer dimasukan kedalam katregori ini maka wajar-wajar saja.

2.3 Logika dalam Berpikir Ilmiah
Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Nama ‘logika’ untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum masehi), tetapi masih dalam arti ‘seni berdebat’. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah orang yang pertama kali menggunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Logika sebagai cabang filsafat adalah cabang filsafat tentang berpikir. Logika membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Logika sama tuanya dengan umur manusia, sebab sejak manusia itu ada, manusia sudah berpikir, manusia berpikir sebenarnya logika itu telah ada. Hanya saja logika itu dinamakan logika naturalis, sebab berdasarkan kodrat dan fitrah manusia saja.
Manusia walaupun belum mempelajari hukum-hukum akal dan kaidah-kaidah ilmiah, namun praktis sudah dapat berpikir dengan teratur. Akan tetapi, bila manusia memikirkan persoalan-persoalan yang lebih sulit maka seringlah dia tersesat. Misalnya, ada dua berita yang bertentangan mutlak, sedang kedua-duanya menganggap dirinya benar. Dapatlah kedua-duanya dibenarkan semua? Untuk menolong manusia jangan tersesat dirumuskan pengetahuan logika. Logika rumusan inilah yang digunakan logika artificialis.

2.3.1 Macam-macam logika
1.      Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. 
2.      Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.

2.3.2 Cara-cara Berpikir Logis dalam Rangka Mendapatkan Pengetahuan Baru yang Benar
a.      Penalaran deduktif (rasionalisme)
Penalaran Deduktif adalah cara berfikir yang bertolak dari pernyataan yang  bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus, dengan demikian kegiatan berfikir yang berlawanan dengan induksi. Penarikan kesimpulan secara deduktif ini menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme terdiri atas dua pernyataan dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan itu disebut premis mayor dan premis minor. Sedangkan simpulan diperoleh dengan penalaran deduktif dari kedua premis tersebut. Misalnya, (1) Semua kendaraan bermesin menggunakan bahan bakar bensin. (2) Motor adalah kendaraan bermesin. Jadi, dapat disimpulkan ”motor juga menggunakan bahan bakar bensin.
Simpulan yang diambil dalam penalaran deduktif ini hanya benar, bila kedua premis yang digunakan benar dan cara menarik simpulannya juga benar. Jika salah satu saja dari ketiga hal ini salah, berarti simpulan yang diambil juga tidak benar.
Penalaran deduktif merupakan salah satu cara berpikir logis dan analitis, berkat pengamatan yang semakain sestimatis dan kritis, serta makin bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, lambat laun manusia berusaha menjawab masalah dengan cara rasional dengan meninggalkan cara irasional atau mitos. Pemecahan secara rasional berarti menggunakan rasio (daya pikir) dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Paham yang mendasarkan rasio untuk memperoleh kebenaran itu disebut paham rasionalisme. Dalam menyusun pengetahuan kaum rasionalis sering menggunakan penalaran deduktif.

b.      Penalaran Induktif (empirisme)
Penganut  empirme mengembangkan pengetahuan bedasarkan pengalaman konkret. Mereka menganggap bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman nyata. Penganut ini menyusun pengetauan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif adalah cara berpikir untuk menarik simpulan yang bersifat umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Penalaran ini diawali dari kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dan terbatas lalu diakhiri dengan pernyataan yang  bersifat umum. Misalnya, dari pengamatan atas logam besi, tembaga, alumunium dan sebagainya, jika dipanaskan akan mengembang (bertambah panjang). Dari sini dapat disimpulkan secara umum bahwa semua logam jika dipanaskan akan bertambah panjang.



c.       Analogi
Analogi adalah cara berpikir dengan cara membuktikan dengan hal yang serupa dan sudah diketahui sebelumnya. Di sini penyimpulan dilakukan secara tidak langsung, tetapi dicari suatu media atau penghubung yang mempunyai persamaan dan keserupaan dengan apa yang akan dibuktikan.

d.      Komparasi
Komparasi adalah cara berpikir dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang mempunyai kesamaan apa yang dipikirkan. Dasar pemikiran ini sama dengan analogi, yaitu tidak langsung, tetapi penekanan pemikirannya ditujukan pada kesepadanan bukan pada perbedaannya.

2.3.3 Kegunaan logika 
  1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
  2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
  3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri. 
  4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis

III.    Penutup
3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian-uraian mengenai logika dan berpikir ilmiah di atas dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah proses berpikir ilmiah atau menarik sebuah simpulan harus dilandasi oleh logika. Disebut logika bilamana logika secara luas dapat definisikan sebagai ”pengkajian untuk berpikir secara sahih”. Penarikan simpulan dalam berpikir ilmiah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan logika deduktif dan logika induktif. Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah juga sangat berperan penting dalam melakukan kegiatan berpikir ilmiah. Karena dengan bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Tanpa bahasa maka manusia tidak akan dapat berpikir secara rumit dan abstrak seperti apa yang kita lakukan dalam kegiatan ilmiah.
Sarana berpikir ilmiah pada dasarnya ada tiga, yaitu bahasa ilmiah, logika dan matematika, Logika dan Statistika. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan fikiran seluruh proses berfikir ilmiah. Logika dan matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif sehingga mudah diikuti dan mudah dilacak kembali kebenarannya. Sedangkan logika dan statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif dan mencari konsep-konsep yang berlaku umum. Namun dizaman sekarang komputer jaga bisa dimasukan sebagai sarana berfikir ilmiah, karena dalam komputer semua ada, dan apa yang kita inginkan hmapir seluruhnya dapat dijawab oleh komputer.

IV. Daftar Pustaka
http://www.logika-berpikir-ilmiah.com
http://www.bahasa-berpikir-ilmiah.com
Puswanti, M. Ngalim. 1992. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suhartono, Suparlan. 2005. Sejarah Pemikiran Filsafat Modern. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.
Suriasumantri, Jujun S. 1997. Ilmu dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar